Selasa, 08 Maret 2011

REVOLUSI MESIR

Sejarah Negara Mesir.

Republik Arab Mesir atau lebih dikenal sebagai Mesir adalah sebuah Negara yang sebagian wilayahnya terletak di Afrika bagian timur. Luas wilayahnya sekitar 997.739 km persegi dan ibu kota sekaligus kota terbesar di negaranya adalah Kairo. Mesir berbatasan dengan Libya di sebelah barat, Sudan di selatan, jalur Gaza dan Israel di utara timur. Perbatasannya dengan perairan ialah melalui Laut Tengah di utara dan Laut Merah di timur.
Mesir memiliki bahasa resmi Arab dan jenis pemerintahannya bersifat Republik. Jumlah penduduk Mesir pada sensus penduduk tahun 2005 diperkirakan mencapai 77.505.756 jiwa dengan tingkat kepadatan mencapai 77/km2. Mata uang Mesir adalah Pound EGP (Poundsterling Mesir) dan memiliki zona waktu UTC+2.
Mayoritas penduduk Mesir menetap di pinggir Sungai Nil. Sebagian besar daratan merupakan bagian dari gurun Sahara yang jarang dihuni.
Mesir terkenal dengan peradaban kuno dan beberapa monument kuno termegah di dunia, misalnya Piramida Giza, Kuil Karnak dan Lembah Raja serta Kuil Ramses. Di Luxor, sebuah kota di wilayah selatan, terdapat kira-kira artefak kuno yang mencakup sekitar 65% artefak kuno di seluruh dunia. Kini Mesir diakui secara luas sebagai pusat budaya dan political utama di wilayah Arab dan Timur Tengah

Revolusi di Tunisia tidaklah jauh dari kita. Warga Arab telah memasuki suasana yang sarat kemarahan dan frustrasi," kata Sekretaris Jenderal Liga Arab, Amr Moussa, seperti dikutip kantor berita Associated Press.
"Patut dicamkan oleh semua pihak bahwa orang Arab menderita kemiskinan, pengangguran, dan penurunan sejumlah indikator lainnya. Ini menambah masalah politik yang belum beres," lanjut Moussa pada pertemuan yang dihadiri sang tuan rumah, Presiden Mesir Hosni Mubarak.
Moussa tidak salah. Gelombang "revolusi" di Tunisia menyebar ke tetangga-tetangganya, seperti Aljazair dan Mesir. Kini, justru Mesir menderita paling parah sindrom dari Tunisia itu.
Sama seperti di Tunisia, sebagian besar rakyat Mesir marah karena harga kebutuhan pokok kian mahal, dan pekerjaan layak begitu terbatas.
Hampir setengah dari total populasi Mesir, yang berjumlah 80 juta jiwa, hidup di bawah, atau sedikit di atas garis kemiskinan menurut standar PBB US$2 per hari. Meluasnya kemiskinan, tingginya pengangguran, dan inflasi harga pangan menjadi tantangan besar bagi rezim Mubarak

Rakyat Mesir juga telah lama hidup dalam situasi terkekang. Mereka tak leluasa mengkritik kekurangan pemerintah, apalagi kepada Presiden Mubarak yang telah 30 tahun berkuasa. Kritik keras bisa berujung ke penjara.

Maka, seperti di Tunisia dan Aljazair, kemarahan mereka menjadi-jadi saat pemerintah tak bisa lagi mengatasi masalah ekonomi. Dalam suatu demonstrasi terbesar di negara itu, Selasa 25 Januari 2011, rakyat Mesir menuntut rezim Mubarak mundur.

"Ini adalah kali pertama bagi saya ikut unjuk rasa. Kami sudah menjadi bangsa penakut, tapi akhirnya kami berani mengatakan tidak," kata Ismail Syed, seorang pekerja hotel di Kairo yang hanya mendapat upah US$50 per bulan, atau tak sampai Rp500.000.

Para demonstran kompak menyebut aksi Selasa kemarin sebagai "hari revolusi atas penyiksaan, kemiskinan, korupsi, dan pengangguran." Walau pemerintah Mesir sudah mengeluarkan larangan, tak ada jaminan dari kaum oposisi, dan rakyat marah, bahwa demonstrasi tak akan berlanjut


Gejolak Mesir.

Gejolak di Mesir terjadi pada tanggal 25 Januari 2011, dimana Rakyat mesir menuntut presidennya yaitu Hosni Mubarak untuk segera turun dari tahta Kepresidenan karena dianggap sudah tidak mampu lagi memimpin Mesir. Rakyat Mesir menginginkan Revolusi mesir cepat dilakukan dan hal ini menyebabkan demonstrasi besar-besaran sehingga bentrok antara warga Mesir yang pro Mubarak dan yang Anti Mubarak tidak dapat dihindarkan.
Berbagai cara telah dilakukan oleh para demonstran untuk menggulingkan Mubarak. Mereka melakukan berbagai macam aksi anarkis seperti membakar kendaraan pihak keamanan serta bangunan-bangunan milik pemerintah daerah. Aksi anarkis terjadi setelah warga Tunisia berhasil menggulingkan kekuasaan Presidennya yaitu Zine El Abidine Ben Ali dengan cara berunjuk rasa, sehingga hal ini menginspirasi warga Mesir untk melakukan hal yang sama
Pusat Demonstrasi terjadi di Tahrir Square, Kairo, puluhan ribu orang turun kejalan sehingga memasuki episode berdarah. Hujan tembakan mengarah ke demonstran yang menuntuk Presiden Mubarak turun, akibat kejadian ini setidaknya 10 orang tewas dan 1.500 orang terluka.
Berdasarkan data pada tanggal 2 Februari 2011, PBB memperkirakan jumlah korban tewas mencapai 300 orang pada unjuk rasa pemerintahan Mesir, dan jumlah ini terus meningkat setiap harinya dengan laporan-laporan yang belum di konfirmasi dan lebih dari 3.000 cedera dan ratusan orang lainnya ditahan. Sedangkan sumber-sumber keamanan dan medis di Mesir, mengatakan setidaknya 102 orang tewas dalam gelombang unjuk rasa yang melanda Negara Mesir tersebut.
Demonstrasi besar-besaran ini mengakibatkan terputusnya seluruh jaringan komunikasi yang terdapat di Mesir oleh pihak pemerintah baik itu jaringan komunikasi telepon maupun internet, karena pemerintah beranggapan bahwa semakin banyaknya demonstran yang turun kejalan disebabkan karena komunikasi yang dilakukan oleh warga Mesir melalui situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter.
Bukan hanya saluran komunikasi saja yang ditutup oleh pemerintah, bank-bank yang terdapat di Mesir juga ditutup oleh pemerintah Mesir, sehingga hal ini menyulitkan warga Mesir untuk mendapatkan bahan pokok. Namun berdasarkan kabar terakhir yang saya dapat bahwa bank-bank di Mesir telah dibuka kembali. Hal ini dikarenakan pemerintah Mesir memperkirakan kerugian yang terjadi karena penutupan bank-bank di Mesir dapat merugikan ekonomi Negara tersebut. Salah satu Bank yaitu Credit Agricole mengatakan bahwa penutupan Bank selama aksi demonstrasi berjalan mengakibatkan kerugian Negara mencapai US$310 juta perhari.


Rakyat Mesir Ajukan Empat Tuntutan

VIVAnews - Rakyat Mesir menggelar demonstrasi secara serentak di sejumlah kota, Selasa 25 Januari 2011 waktu setempat. Aksi itu merupakan yang terbesar di Mesir.

Laman stasiun radio Iran, IRIB World Service, mengungkapkan sejumlah tuntutan para demonstran kepada pemerintah Mesir. Pada intinya mereka ingin mengakhiri rezim Presiden Hosni Mubarak, yang telah memerintah Mesir selama 30 tahun, di tengah krisis ekonomi yang melanda Negeri Piramid itu.

Dalam selebaran yang dibagi-bagikan kepada para peserta demo, dicantumkan empat tuntutan:
Pertama, pengunduran diri Mubarak. Kedua, pengunduran diri kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Ahmed Mohamed Mahmoud Nazef. Ketiga, pembubaran parlemen dan penjadwalan ulang pemilu. Keempat, pembentukan pemerintahan baru pilihan rakyat.

Kamal El Helbawy, mantan juru bicara Ikhwanul Muslimin, mengatakan kepada stasiun televisi Iran, Press TV, bahwa demonstrasi kemarin merupakan yang terbesar dan paling signifikan dalam sejarah Mesir.

Dalam demonstrasi kemarin, sedikitnya dua demonstran dan seorang polisi tewas setelah terlibat baku hantam. Sementara itu, harian Al-Wafd mengungkapkan bahwa polisi menahan 600 orang dalam aksi unjuk rasa serentak Selasa lalu di Kairo, Alexandria, Port Said, Tantan, al-Mahala, Asiut, al-Bahira, dan al-Quium. Sekitar 200.000 orang turut dalam unjuk rasa itu.

Para demonstran kompak menyebut aksi Selasa kemarin sebagai hari revolusi atas penyiksaan, kemiskinan, korupsi, dan pengangguran. Belum ada kepastian apakah demonstrasi akan berhenti atau akan terus berlanjut.

Mubarak telah memerintah Mesir sejak 1981 dan kini sudah berusia 82 tahun. Namun, dia belum menentukan sikap apakah akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden untuk enam tahun berikut atau memilih pensiun.

Putranya, Gamal, dikabarkan pergi menuju Inggris, Selasa 25 Januari 2011. sebelum muncul krisis di Mesir, Gamal difavoritkan sebagai pengganti ayahnya.
Hampir setengah dari total populasi Mesir--yang berjumlah 80 juta jiwa--hidup di bawah atau sedikit di atas garis kemiskinan, yang menurut standar PBB adalah US$2 per hari. Meluasnya kemiskinan, tingginya tingkat pengangguran, dan inflasi harga pangan menjadi tantangan besar bagi rezim Mubarak.


Pecah, Demonstrasi Terbesar di Mesir

VIVAnews - Pihak keamanan Mesir terpaksa berjibaku dengan para demonstran dalam unjuk rasa serentak di sejumlah kota, dari Selasa hingga Rabu dini hari. Ini merupakan demonstrasi terbesar di Mesir dalam beberapa tahun terakhir sebagai bentuk kemarahan masyarakat terhadap rezim otoriter Presiden Hosni Mubarak di tengah krisis ekonomi di negara mereka.

"Turunkan Hosni Mubarak, turunkan sang tiran. Kami tidak menginginkan engkau!" teriak para demonstran di Kairo, seperti dilaporkan kantor berita Associated Press. Dalam demonstrasi kemarin, sedikitnya dua demonstran dan seorang polisi tewas setelah terlibat baku hantam.

Demonstrasi massal di Mesir itu terinspirasi oleh gerakan massa di Tunisia beberapa pekan sebelumnya. Didera masalah serupa, yaitu mahalnya harga kebutuhan pokok dan tingginya tingkat pengangguran, rakyat Tunisia berhasil membuat presiden yang telah berkuasa selama 23 tahun, Zine Ben Ali, kabur keluar negeri pada 14 Januari lalu.

Ketidakpuasan atas lambannya pemerintahan Mubarak mengatasi krisis ekonomi membuat sebagian kalangan di Mesir marah. Mereka juga tidak tahan ditekan rezim Mubarak, yang dianggap selalu bertindak sewenang-wenang.

Maka para demonstran kompak menyebut aksi Selasa kemarin sebagai "hari revolusi atas penyiksaan, kemiskinan, korupsi, dan pengangguran," belum ada kepastian apakah demonstrasi akan terus berlanjut.

"Ini merupakan kali pertama bagi saya ikut unjuk rasa. Kami sudah menjadi bangsa penakut, namun akhirnya kami berani mengatakan tidak," kata Ismail Syed, seorang pekerja hotel yang hanya mendapat upah sekitar US$50 per bulan, atau tidak sampai Rp500 ribu.

"Kami ingin perubahan, sama seperti di Tunisia," kata Lamia Rayan.

Sementara itu, pemerintah menyesalkan sikap anarkis para pengunjuk rasa sehingga terjadi bentrokan. "Ada yang sampai melempar batu ke polisi dan yang lainnya berbuat rusuh dan merusak properti negara," demikian pernyataan Kementrian Dalam Negeri. Karena itulah, menurutnya pemerintah harus mengambil tindakan keras.

Hampir setengah dari total populasi Mesir--yang berjumlah 80 juta jiwa--hidup di bawah atau sedikit di atas garis kemiskinan, yang menurut standar PBB adalah US$2 per hari. Meluasnya kemiskinan, tingginya tingkat pengangguran, dan inflasi harga pangan menjadi tantangan besar bagi rezim Mubarak.

Selain itu, Mesir juga mengalami ketegangan antara kaum Muslim dengan Kristen Koptik.

Mubarak telah memerintah Mesir sejak 1981 dan kini sudah berusia 82 tahun. Namun, dia belum menentukan sikap apakah akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden untuk enam tahun berikut atau memilih pensiun. (kd)


Mesir Dilanda Demo, Putra Presiden Kabur

VIVAnews - Putra presiden Mesir, Gamal Mubarak, bersama keluarganya menyelamatkan diri ke Inggris di tengah kekacauan di negaranya. Padahal, sebelum muncul krisis di Mesir, Gamal sering disebut-sebut sebagai calon pengganti ayahnya, Hosni Mubarak, yang telah 30 tahun berkuasa di Mesir.

Menurut media Akhbar al-Arab, seperti yang dikutip The Times of India, Gamal bersama istri dan putrinya terbang ke London dari bandara di Kairo. Keberadaan Mubarak sendiri tidak diungkapkan.

Laporan itu muncul saat demonstrasi menentang rezim Mubarak berlangsung secara serentak di penjuru Mesir, Selasa 25 Januari 2011. Pihak keamanan Mesir terpaksa berjibaku dengan para demonstran dalam unjuk rasa serentak di sejumlah kota, dari Selasa hingga Rabu dini hari waktu setempat.

Menurut kantor berita Associated Press, aksi Selasa kemarin merupakan demonstrasi terbesar di Mesir dalam beberapa tahun terakhir sebagai bentuk kemarahan masyarakat terhadap rezim otoriter Presiden Hosni Mubarak karena tidak mampu mengatasi krisis naiknya harga kebutuhan pokok dan tingginya pengangguran.

Dalam demonstrasi kemarin, sedikitnya dua demonstran dan seorang polisi tewas setelah terlibat baku hantam. Mereka menuntut Mubarak agar segera turun dari kekuasaan sekaligus mengakhiri status keadaan darurat di Mesir, yang diterapkan Mubarak sejak memerintah pada 1981.

Para demonstran juga menginginkan agar parlemen mengesahkan undang-undang baru agar seorang presiden tidak boleh memimpin lebih dari dua periode berturut-turut. Selain itu, para demonstran juga mendesak Menteri Dalam Negeri Habib al-Adly segera mundur dari jabatannya.

Sementara itu, harian Al-Wafd mengungkapkan bahwa polisi menahan 600 orang dalam aksi unjuk rasa serentak Selasa lalu di Kairo, Alexandria, Port Said, Tantan, al-Mahala, Asiut, al-Bahira, dan al-Quium. Sekitar 200.000 orang turut dalam unjuk rasa itu.

Para demonstran kompak menyebut aksi Selasa kemarin sebagai "hari revolusi atas penyiksaan, kemiskinan, korupsi, dan pengangguran," belum ada kepastian apakah demonstrasi akan berhenti atau akan terus berlanjut.

Mubarak telah memerintah Mesir sejak 1981 dan kini sudah berusia 82 tahun. Namun, dia belum menentukan sikap apakah akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden untuk enam tahun berikut atau memilih pensiun.

0 komentar:

Posting Komentar