Selasa, 25 Mei 2010

Islam adalah Relevan Sepanjang Zaman dan Tempat (Islam Vis A Vis Modernitas)

“Tapi masalahnya tidak hanya bahwa Islam menentang kebebasan. Islam tidak pernah mengalami ‘reformasi’, yang dapat memaksanya untuk bisa sesuai dengan modernitas, Islam secara fundamental adalah tidak toleran dan tidak liberal. Akibatnya, ia akan langsung bertentangan dengan nilai-nilai Barat dalam hal-hal seperti perlakuan terhadap wanita, kebebasan berbicara, pemisahan nilai-nilai pribadi dan umum, dan toleransi atas homoseksualitas. Itu semua adalah landasan liberal dan tidak dapat dirundingkan.” (Melanie Phillips, Spectator, September 2002)
Perbincangan Islam vis-à-vis modernitas telah menjadi penggerak utama debat politik pada dekade lalu. Sejak peristiwa 11 September para cendekiawan, akademisi, komentator dan pembuat kebijakan semuanya telah mempelajari Islam hingga sepertinya Islam menjadi motivasi bagi banyak orang di dunia pada saat ini. Kesimpulan mereka adalah bahwa Islam tidak mempunyai tempat di dunia ini. Mereka mengutip beberapa bukti seperti usaha yang dilakukan Iran dan Taliban dalam menerapkan Islam yang terbukti bahwa Islam tidak bisa diterapkan di abad ke 21. Argumen mendasar penentangan terhadap Islam adalah: “Islam sangat bertentangan dengan nilai-nilai Barat yang modern sehingga ia tidak punya tempat di dunia saat ini”.
Modernitas bagi mereka yang mengklaim dirinya sebagai modern memiliki konotasi tertentu atas misi pencerahan, yang didefinisikan sebagai emansipasi dari kondisi awal yang dipaksakan yakni agama. Misi ini berakibat pada perkembangan sekularisme dan menjauhkan diri dari gereja, agama dan dogma pada hanya wilayah pribadi. Pengambilan sekularisme lalu memunculkan ide baru bagi masyarakat, yakni hak asasi manusia, persamaan hak dan kebebasan. Tidak lama kemudian proses sejarah ini diistilahkan sebagai ‘modernisme’. Bagi kaum sekuler, pengambilan nilai-nilai liberal sekuler disebut sebagai modern dan apapun yang tidak sesuai dengan nilai-nilai itu dianggap sebagai terbelakang dan tidak beda dengan yang apa terjadi pada gereja abad pertengahan.
Titik kritis argumen itu kemudian adalah apakah Islam itu modern jika berkaitan dengan ‘modernitas’. Sesuatu yang modern perlu menjadi relevan sepanjang masa dan tempat daripada bila hanya sesuai dengan nilai-nilai liberal secular. Pada dasarnya, Islam bukanlah bagian dari ‘modernitas’ dalam pengertian ini karena ia memiliki nilai-nilai tersendiri; landasan dan cara pandang yang berbeda dengan landasan sekuler. Pertanyaan yang perlu ditanyakan adalah dapatkah Islam bisa bekerja di dunia modern. Ini berarti bahwa hukum Islam (Syariah) cocok dalam memecahkan masalah dari tiap kalangan usia dan tetap konsisten dengan landasan unik yang dimilikinya, tanpa melakukan penyimpangan dari landasan itu. Dengan demikian, keabsahan bahwa Islam sebagai modern, bisa diukur dengan selayaknya.
Jika seseorang melihat Islam, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum Islam datang untuk memecahkan masalah kemanusiaan dan akan memasuki kehidupan mereka. Syariah bukanlah hanya daftar dari apa yang harus dan tidak boleh dilakukan.
Sosiolog dan psikolog seperti Weber, Durkheim dan Freud setelah mempelajari bukti-bukti empiris tidak pernah mencapai konsensus pada apakah yang dimaksud dengan masalah-masalah manusia. Selama satu kurun waktu, mereka meyimpulkan bahwa problem-problem itu berkisar dari ketakutan, mendapatkan harta, memperoleh keturunan, bertahan hidup, penyembahan, dll. Beberapa dari masalah itu seperti kita tahu sudah ada sebelumnya sementara yang lainnya akan ditemukan dan memerlukan penelitian dari gabungan beberapa bidang study ketika ditemukan. Ini adalah usaha mereka atas realitas manusia untuk dapat mendefinisikan masalah manusia. Konteks dari perbincangan ini adalah melihat realitas manusia; karena itu kita melihat pada manusia tanpa memperhitungkan waktu dan tempat, karena tidak ada perbedaan antara manusia saat ini dengan manusia empat belas abad yang lalu maupun manusia dua puluh abad kedepan. Tanpa memperhatikan faktor-faktor eksternal, kebutuhan jasmani manusia dan instinknya masih tetap sama.
Instink-instink (ghorizah) itu kenyataan yang tidak bisa berubah yang telah ada sejak adanya manusia pertama, yakni Adam AS, dan ini selalu menjadi masalah yang serupa. Kita dapat mengetahui bahwa lelaki dan wanita tertarik dengan lawan jenis dan bahwasanya mereka memiliki hasrat keibuan dan kebapakan. Manusia selama beberapa abad selalu selalu menyembah sesuatu, baik itu Sang Pencipta atau sesuatu yang lain seperti seorang ahli filsafat, penyanyi pop, penguasa, superhero, api, gunung berapi atau planet. Bahkan orang komunis melakukan ziarah ke makam Lenin. Ini sekali lagi adalah bagian yang tidak bisa berubah dari manusia yang tidak pernah berubah dan tidak terpengaruh apakah jenis transportasinya adalah unta ataupun Concorde. Tidak ada seorangpun yang mengklaim memiliki dua buah otak, empat hati, atau tiga jantung. Sebagaimana juga mereka tidak bisa mengklaim memiliki instink selain dari memperoleh keturunan, bertahan hidup dan peghormatan. Karena itu landasan dasarnya tetap tanpa mempertimbangkan lagi waktu atau wilayahnya, manusia secara fundamental tetap sama, dengan persamaan instink, kebutuhan, nafsu, tanpa ada pertimbangan-pertimbangan lain.
Islam memandang manusia terdiri dari instinks dan masalah manusia ketika kebutuhannya terus memuaskan mereka. Ini artinya masalah manusia adalah sama dan tidak pernah berubah. Ini dikarenakan apa-apa yang berubah sepanjang waktu adalah manifestasi dari instink dan bukan instink itu sendiri. Jadi kita tidak akan menemukan instink yang baru atau instink yang keempat tapi mereka akan tetap hingga akhir waktu, walaupun selama masa hidup seseorang manifestasi dari hal itu mungkin berubah. Jadi seseorang bisa saja berganti agama, merubah jenis kelamin yang mereka suka atau bahkan memutuskan ada barang tertentu yang mereka tidak beli karena efeknya pada lingkungan tapi seseorang akan tetap menyembah sesuatu, menjadi tergerak karena ketertarikan lawan jenis dan mencari beberapa bentuk kepemilikan.
Ringkasnya, isu yang harus disepakati adalah bahwa teks-teks Islam menyeru lelaki dan perempuan sebagai manusia, tidak hanya sebagai seseorang yang tinggal di gurun Arab di abad ketujuh. Islam tidaklah menyeru manusia dalam kaitannya dengan masa atau tempat tertentu tapi menyeru pada manusia apakah kita hidup seabad lalu, hari ini, atau seratus tahun lalu. Masalah yang sederhana ini masih tetap pada kenyataan bahwa manusia yang hidup saat ini adalah manusia yang sama 1400 tahun lalu. Beberapa ayat pada Qur’an memberikan perincian atas kenyataan ini,
“Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah” ,
(Q Surat Al-Fatir: 43). Manusia yang diseru oleh Allah 1400 tahun lalu ketika Quran menyebut, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Q Surat Al-Baqarah: 275) Tidak beda dengan manusia yang diseru oleh seruan yang sama saat ini, seseorang dapat melihat manusia yang diseru oleh Allah SWT lebih dari 1000 tahun yang lalu ketika Al Quran menyatakan, ”Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (Q Surat Al-Israa: 31) Ayat ini tidak ada bedanya pada manusia saat ini.
Dan memang benar ketika Rasulullah SAW bersabda,
“Tidak ada yang lebih baik dari Anak Adam daripada ketika dia memiliki sebuah rumah dimana dia tinggal dan selembar pakaian yang dipakai untuk menutup auratnya dan sepotong roti dan beberapa teguk air” (Tirmidhi) . Beliau tentu saja tidak merujuk ucapannya itu pada kebutuhan orang Badui dari Arab tapi pada seluruh manusia. Jadi jika kita tidak berubah dan teks-teks Islam yang menyeru kita tidak pernah berubah, lalu apa bedanya sekarang? Tentu saja dunia ini sudah sangat berbeda dan berkembang, sangat beda dengan dunia pada saat Islam muncul, gaya hidup orang berubah dibandingkan seabad lalu. Yang jelas adalah bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia secara alami tidak berubah. Masalah-masalah itu adalah masalah yang sama yang telah muncul sejak penciptaan manusia, kehidupan dan alam semesta.
Namun, yang berubah adalah alat-alat yang dipakai manusia untuk memecahkan masalah dalam hidupnya; sedikit contoh saja sudah cukup untuk memberikan gambaran atas masalah ini. Di masa lalu manusia hidup di rumah yang sangat primitif; sekarang kita melihat gedung-gedung pencakar langit dan semacamnya yang mendominasi kehidupan masyarakat kota, tapi kita masih perlu rumah dan atap.
Di masa lalu, Rosulullah SAW mengirimkan utusan dengan mengendarai kuda untuk dikirimkan pada para penguasa; saat ini sebuah pesan bisa dikirim lewat e-mail, IM, fax atau SMS. Rosulullah SAW dan para sahabat ikut dalam banyak pertempuran dengan mengendarai kuda, memakai busur dan panah; sekarang masih terjadi peperangan tapi dengan memakai teknologi ‘pintar’- rudal jelajah dan satelit mata-mata. Di masa lalu, kaum muslimin mempelajari astronomi sehingga mereka dapat menemukan lokasi kiblat kemanapun mereka pergi; saat ini arloji elektronik bisa melakukan hal yang sama. Landasan intinya adalah bahwa contoh-contoh itu menggambarkan bahwa manusia, dengan mempertimbangkan pada kebutuhannya, adalah manusia yang sama dan bahwa masalah yang mereka hadapi tidak berubah. Perubahan yang mungkin kita anggap ada adalah perubahan pada alat atau peralatan yang dipakai manusia ketika memecahkan masalahnya.
Titik yang nyata yang menyertai hal ini adalah karena teks-teks Islam berkaitan dengan manusia dan masalahnya, dan bukan peralatan yang dipakai untuk memecahkan masalah mereka, Syariah Islam masih relevan bagi manusia saat ini sebagaimana ketika ia mengangkat derajat orang Arab. Islam membolehkan semua benda (alat) dan tidak ada penentangan terhadap kemajuan pengetahuan dan teknologi sebagaimana yang ditunjukkan sejarah. Akibatnya seseorang tidak bisa mengklaim bahwa Islam perlu dimodernisir untuk bisa cocok dengan dunia modern atau beradaptasi dengan cara hidup Barat, sebegaimana yang dikatakan sebagian orang.

Contoh di bidang ekonomi
Salah satu contoh untuk menggambarkan kemampuan aplikasi Islam adalah pandangan Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Islam meletakkan aturan dasar terhadap cara untuk mendapatkan kekayaan dan barang, bagaimana mereka dimanfaatkan dan cara mengaturnya. Islam memandang sumber daya alam sudah lebih dari cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar seluruh manusia. Karena itu, bagi sekelompok orang, mereka akan menemukan bahwa Syariah bertujuan untuk memastikan pemenuhan semua kebutuhan dasar dengan lengkap (makanan, pakaian dan perumahan) bagi tiap orang dalam Daulah Khilafah.
Sistim ekonomi Islam dibangun berdasarkan tiga prinsip:
1. Kepemilikan
2. Pengaturan kepemilikan
3. Distribusi kekayaan diantara rakyat
Untuk memudahkan cara mendapatkan barang dan jasa, Islam memberikan aturan-aturan yang berkaitan dengan cara mendapatkan kekayaan tanpa ada kesulitan. Islam mendefinisikan cara-cara kepemilikan dengan cara yang legal, dan Islam mendefinisikan perjanjian-perjanjian melalui mana kepemilikan bisa terjadi. Ini memberikan ruang bagi manusia untuk mengembangkan gaya dan cara bagaimana mereka mendapat uang, karena Islam tidak ikut campur dalam hal produksi kekayaan. Islam mendefinisikan aturan-aturan hukum kepemilikan dan perjanijian-perjanjian dalam kerangka acuan umum yang mencakup prinsip-prinsip hukum dan aturan, dimana banyak masalah yang menjadi bagian dan berlawanan dengannya ditentukan oleh qiyas (deduksi analogi) .
Islam membolehkan cara mempekerjakan orang, memberikan detil rinciannya dan membiarkan manusia untuk bisa bekerja sebagai seorang produsen barang, teknisi, pedagang, investor dll. Cara mempekerjakan orang diatur sedemikian rupa hingga qiyas (analogi) juga mencakup perwakilan. Ini dikarenakan sang pekerja mewakili majikan dari suatu perusahaan dan berhak memperoleh gaji. Pemberian hadiah diatur sesuai dengan aturan pemilikan yang syah dan dengan qiyas hal ini dapat diperluas hingga mencakup sumbangan, hibah, sedekah dan pemberian sebagai cara kepemilikan. Karenannya, dalam Islam cara kepemilikan dan perjanjian-perjanjian diatur dengan rinci oleh Syariah secara garis besar dan dimulai sedemikian rupa agar mencakup hal-hal yang terjadi saat ini. Islam membatasi kepemilikan hingga pada cara-cara khusus dan akibatnya kepemilikan didefinisikan oleh Syariah sebagai kepemilikan barang, jasa dan kekayaan menurut cara-cara yang dibolehkan oleh Sang Pemberi Hukum.
Shariah telah menentukan cara-cara kepemilikan dengan keadaan tertentu, dalam bentuk yang jelas dan terbatas dan bukan tidak terlarang. Shariah telah menentukan cara-cara itu dengan pedoman yang jelas. Pedoman itu terdiri dalam banyak bagian, yang merupakan cabang-cabang dari cara kepemilikan itu dan penjelasan aturan-aturan tersebut. Shariah tidak menggolongan cara-cara itu dalam kriteria umum tertentu, sedemikian rupa hingga tidak ada cara lain yang bisa termasuk melalui qiyas. Islam membolehkan kerja yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan gaji karena ini dianggap suatu cara yang jelas dari kepemilikan dan kondisi inti dari masalah ini adalah bahwa orang itu mendapatkan kompensasi dari hasil usahanya itu dengan mendapat bayaran untuk kerja yang dilakukannya. Islam membolehkan untuk mengolah tanah, perkebunan maupun apa yang dikenal sebagai agrikultur. Ia membolehkan untuk mengambil apa yang ada di dalam maupun di atas permukaan bumi, yang berarti pertambangan, eksplorasi maupun konstruksi. Di bawah pedoman umum ini anda juga mendapatkan di dalamnya hal seperti berburu, calo maupun bertani dengan cara bagi hasil. Tiap-tiap bagian itu dapat digali lebih lanjut melalui qiyas.
Dengan melihat aturan agama yang berasal dari Syariah itu yang membolehkan manusia untuk memperoleh kekayaan, maka menjadi jelas bahwa cara-cara kepemilikan dalam Islam adalah terbatas, yang mencakup:
1. Bekerja
2. Warisan
3. Memperoleh harta agar bisa hidup
4. Negara memberikan harta bagi penduduknya
5. Kekayaan dan barang yang diambil seseorang tanpa perlu pertukaran (hadiah, sumbangan, dan semacamnya)
Tidak bisa dikatakan bahwa Islam adalah terbatas dan menghindari aktivitas ekonomi karena ia memiliki aturan-aturan yang baku yang tidak bisa dikembangkan menurut waktu sesuai dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dan berubah dikarenakan penemuan-penemuan teknologi baru.
Ini dikarenakan manusia ingin memiliki barang-barang untuk bisa bertahan hidup. Islam memperjelas cara-cara yang bisa dan tidak bisa dilakukan dan banyak dari cara itu yang tidak bisa dilakukan dan diperluas menurut realitas yang baru melalui qiyas. Kepemilikan benda akan meningkat, menurun dan berubah karenanya tidak perlu adanya transaksi-transaksi dan perjanjian-perjanjian baru, karena masalahnya adalah bahwa kelima cara kepemilikan tadi itu bisa diterima. Cara-cara perolehan itu telah diletakkan dan dibicarakan sebelumnya dan dapat dipakai selamanya, karena itu tidak terbatas pada kurun waktu tertentu.

Bidang Sains dan Teknologi
Sejarah Islsm penuh dengan contoh-contoh dari kaum muslimin yang mengembangkan teknik dan teknologi, yang dipakai dan digabungkan dengan banyak peradaban lain. Adalah Islam yang mendorong banyak kaum muslimin untuk bisa menonjol dalam banyak disiplin ilmu yang mencakup dari mulai ilmu pengetahuan, hortikultura hingga bidang medis.
Suatu hadis Nabi Muhammad SAW, yang menyebutkan “Allah menciptakan obat bagi tiap penyakit,” menjadi faktor yang memotivasi banyaknya perkembangan di bidang medis di masa lalu. Ini mengakibatkan perkembangan optalmologi (ilmu perawatan mata) di abad ke 10 hingga 13. Para ahli mata muslim banyak melakukan operasi, pembedahan, penemuan, dan menulis penemuan-penemuan mereka dalam buku pelajaran dan karangan ilmiah.
Hal ini juga yang mengakibatkan perkembangan buku-buku pedoman yang berjilid-jilid, yang banyak diantaranya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Satu diantaranya adalah ‘Qanun’ karangan Ibnu Sina, yang hingga hari ini masih tetap menjadi rujukan utama; dan dia memasukkan banyak istilah Arab ke dalam bidang itu. Perkembangan lain adalah perkembangan rumah sakit yang pertama di dunia, yang didirikan di Kairo tahun 872 M. Rumah sakit yang bernama Rumah Sakit Ahmad ibnu Tûlûn itu merawat dan memberikan pengobatan gratis bagi semua pasiennya. Ia juga memberikan ruang mandi terpisah untuk laki-laki dan perempuan, sebuah perpustakaan dengan koleksi yang banyak dan sebuah bagian untuk orang sakit mental. Semua perkembangan itu terjadi dikarenakan sebuah hadis yang memotivasi ribuan orang untuk mendapatkan pengobatan yang diberikan Allah SWT karena Rahman-nya yang diberikan pada kita.
Dalam masalah yang terjadi di dunia modern, Islam mampu memberikan solusi atas berbagai masalah karena ayat-ayat dalam Islam bersifat umum. Karena itu, Qur’an bisa diterapkan dalam berbagai kejadian. Dalam Islam hal ini mungkin, karena banyak dari aturan itu berada pada lingkp yang umum hingga banyak aturan yang bisa ditarik darinya. Karenannya, Islam cukup bisa menampung dan memberikan respon bagi semua hal baru, namun banyak dari hal-hal itu yang muncul sesuai berjalannya waktu. Contoh dari hal ini berkaitan dengan warisan:
“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (harta waris) untuk anak-anakmu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika (anak-anak) itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.” (Q Surat An-Nisa:11)
Kami memahami bahwa anak laki-laki mendapat bagian dua kali lipat dari apa yang diperoleh oleh anak perempuan.
Kami juga memahami bahwa anak dari anak laki-laki itu (cucu) juga dianggap sebagai anak dalam kasus dimana tidak ada anak-anak yang masih hidup, karena cucu termasuk dalam kata ‘cucu’.
Ini tidak seperti haknya pada anak dari anak perempuan, yang tidak diperlakukan seperti anak dari anak laki-laki dimana tidak ada anak-anak yang masih hidup. Ini menjadi demikian karena anak dari anak perempuan secara bahasa dalam bahasa Arab untuk kata ‘anak-anak’.
Kami memahami bahwa bahwa jika anak-anak adalah perempuan, dan jumlahnya lebih dari dua, maka mereka berbagi dua pertiga dari harta warisan. Nabi Muhammad SAW memberikan dua anak perempuan sama dengan yang jumlahnya lebih dari dua. Jadi aturan yang berkaitan dengan dua orang perempuan sama dengan aturan lebih dari dua orang perempuan.
Ketika berkaitan dengan pandangan awal Islam atas teknologi adalah bahwasanya semua benda dibolehkan namun pemakaiannya dibatasi, karena semua tindakan memerlukan penjelasan dari Shariah. Contohnya adalah Rudal Balistik Antarbenua (ICBM) dibolehkan dalam Islam. Namun pemakaiannya memerlukan pengetahuan dari aturan dalam Syariah. ICBM dapat dipakai untuk alasan-alasan dari mulai dijadikannya sebagai alat pencegah serangan musuh hingga pembunuhan penduduk sipil yang tidak berdosa yang dilarang dalam Islam. Islam membolehkan studi dan penggunaan obat-obatan, teknik, matematika, astronomi, kimia, fisika, agrikultur, industri, komunikasi termasuk juga internet dan pengetahuan navigasi dan geografi. Termasuk di dalamnya apa-apa yang diakibatkan darinya seperti industri, peralatan, mesin dan pabrik. Juga termasuk di dalamnya adalah industri, apakah itu militer atau bukan, dan industri berat seperti tank, pesawat terbang, roket, satelit, teknologi nuklir, bom hydrogen, elektronik atau kimia, traktor, gerbong, kereta, kapal uap. Termasuk juga industri konsumsi dan senjata ringan dan pabrik peralatan laboratorium, peralatan medis, peralatan pertanian, furniture, karpet dan produk konsumsi seperti TV, DVD, dan Sony Playstation dll. Hal-hal yang digambarkan di sini adalah bahwa semua benda yang kita kenal di masa lalu, saat ini dan masa dating adalah diperbolehkan tanpa pembatasan kecuali jika Shariah memberikan bukti yang ada untuk melarangnya, dan ini hanya terbatas pada sejumlah kecil benda.
Jadi Islam membolehkan teknologi karena semua benda pada dasarnya adalah diperbolehkan(ibahah) . Islam melarang hak milik intelektual dan akibatnya bahwa sesuatu seperti hak paten dan hak cipta, merupakan kepemilikan dalam Islam dan orang bisa memiliki secara penuh dan tidak memakai sebuah barang atau jasa. Islam membolehkan cloning tanaman dan hewan namun Islam melarang cloning manusia dikarenakan akan hilangnya pertalian keluarga dan garis keturunan. Islam tentu saja dapat sesuai dengan semua hal yang ada dalam dunia modern dikarenakan sifat alami dari teks-teks Islam. Karena itu Pembuahan melalui bayi tabung, In Vitro Fertalisation (IVF), digunakan dengan memakan aturan-aturan pada pertalian keluarga dan dibolehkannya mencari pengobatan medis. Bukti-bukti umum untuk mencari pengobatan dikaitkan dengan adanya dukungan mesin-mesin penopang kehidupan. Persenjataan canggih dikaitkan dengan bolehnya secara umum untuk memiliki benda-benda.
Secara genetis, makanan yang dimodifikasi dikaitkan dengan aturan untuk perbaikan kualitas tanaman dan makanan. Penicilin dikaitkan dengan aturan-aturan yang mendorong ditemukannya pengobatan untuk berbagai penyakit. Struktur double-helix DNA dikaitkan dengan aturan umum untuk mencari pengobaran, teknologi nuklir dikaitkan dengan banyaknya aturan yang mengindikasikan dipersiapkannya alat pencegah dan kebolehan secara umum untuk memiliki benda-benda. Dan E-commerce dikaitkan dengan aturan yang membolehkan penggunaan benda-benda sivilisasi.
Ringkasnya, teks-teks syariah (Quran dan Hadis) adalah mengandung pemikiran yang mendalam, yang memiliki cakupan yang paling luas untuk generalisasi dan adalah lahan yang paling subur untuk menanam prinsip-prinsip umum. Didalamnya juga ada teks-teks hukum bagi orang-orang dan bangsa-bangsa yang berbeda. Ini dikarenakan teks-teks itu mencakup semua jenis hubungan, apakah itu diantara individu, negara dan penduduknya, atau antar negara dan bangsa. Namun bagaimanapun baru dan beraneka ragamnya hubungan ini, pemikiran baru dapat ditarik dari teks-teks Syariah. Islam memiliki cakupan yang paling luas bagi generalisasi dan interpretasi yang dapat dilihat dari tata bahasa, kalimat, kata, gaya penyampaian yang mencakup kata (mantiq), arti (mafhum), indikasi (dalalah), alasan (ta’lil) dan qiyas (analogi) yang berdasarkan alasan Syariah (illah), yang membuat penarikan dalil menjadi mungkin , terus menerus dan mencakup banyak hal.
Hal ini memastikan Syariah untuk dapat mencakup segala hal, dan masalah sepanjang waktu. Untuk menjadi ladang yang subur untuk menanam prinsip-prinsip umum penanaman ide, ini dikarenakan banyaknya arti yang terkandung dalam teks-teks itu. Ini juga dikarenakan Qur’an dan Hadis diturunkan dalam pedoman yang luas dan umum walaupun memfokuskan pada detil sesuatu. Sifat alami dari pedoman umum ini adalah bahwa teks-teks itu memberikan Qur’an
Dan Hadis arti umum dimana isu bersama dan detil dapat termasuk dan dari situ muncullah banyak arti umum. Arti-arti umum itu mengandung isu-isu nyata dan dapat dipertimbangkan dan bukan dugaan. Pada saat yang sama teks-teks itu diturunkan untuk memecahkan semua masalah kemanusiaan, dan bukan hanya individu tertentu. Sedemikian rupa, hingga ada gia ratus prinsip-prinsip umum (qawa’id ‘aammah). (Riza Aulia ; sumber www.khilafah.com)

0 komentar:

Posting Komentar