Selasa, 25 Mei 2010

Telaga Hati

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi,
datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah.
Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Pemuda itu, memang tampak
seperti orang yang tak bahagia. Pemuda itu menceritakan semua
masalahnya. Pak Tua yang bijak mendengarkan dengan seksama. Beliau lalu
mengambil segenggam garam dan segelas air. Dimasukkannya garam itu ke
dalam gelas, lalu diaduk perlahan.

"Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya," ujar Pak tua itu.
"Asin. Asin sekali," jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua tersenyum kecil mendengar jawaban itu. Beliau lalu mengajak sang
pemuda ke tepi telaga di dekat tempat tinggal Beliau. Sesampai di tepi
telaga, Pak Tua menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan
sepotong kayu, diaduknya air telaga itu.

"Coba, ambil air dari telaga ini dan minumlah." Saat pemuda itu selesai
mereguk air itu, Beliau bertanya, "Bagaimana rasanya?" "Segar," sahut
sang pemuda.
"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?" tanya Beliau lagi.
"Tidak," jawab si anak muda.

Dengan lembut Pak Tua menepuk-nepuk punggung si anak muda. "Anak muda,
dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam tadi, tak
lebih dan tak kurang. Jumlah garam yang kutaburkan sama, tetapi rasa air
yang kau rasakan berbeda. Demikian pula kepahitan akan kegagalan yang
kita rasakan dalam hidup ini, akan sangat tergantung dari wadah yang
kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita
meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi,
saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu
hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya.
Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."

Beliau melanjutkan nasehatnya.
"Hatimu adalah wadah itu.
Perasaanmu adalah tempat itu.
Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan
hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam
setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."
=========================================== Pohon Tua

Suatu ketika, di sebuah padang, tersebutlah sebatang pohon rindang.
Dahannya rimbun dengan dedaunan. Batangnya tinggi menjulang. Akarnya,
tampak menonjol keluar, menembus tanah hingga dalam. Pohon itu, tampak
gagah di banding dengan pohon-pohon lain di sekitarnya.

Pohon itupun, menjadi tempat hidup bagi beberapa burung disana. Mereka
membuat sarang, dan bergantung hidup pada batang-batangnya.
Burung-burung itu membuat lubang, dan mengerami telur-telur mereka dalam
kebesaran pohon itu. Pohon itupun merasa senang, mendapatkan teman, saat
mengisi hari-harinya yang panjang.

Orang-orang pun bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap
singgah, dan berteduh pada kerindangan pohon itu. Orang-orang itu sering
duduk, dan membuka bekal makan, di bawah naungan dahan-dahan. "Pohon
yang sangat berguna," begitu ujar mereka setiap selesai berteduh.
Lagi-lagi, sang pohon pun bangga mendengar perkataan tadi.

Namun, waktu terus berjalan. Sang pohon pun mulai sakit-sakitan.
Daun-daunnya rontok, ranting-rantingnya pun mulai berjatuhan. Tubuhnya,
kini mulai kurus dan pucat. Tak ada lagi kegagahan yang dulu di
milikinya.Burung-burung pun mulai enggan bersarang disana. Orang yang
lewat, tak lagi mau mampir dan singgah untuk berteduh.

Sang pohon pun bersedih. "Ya Tuhan, mengapa begitu berat ujian yang Kau
berikan padaku? Aku butuh teman. Tak ada lagi yang mau mendekatiku.
Mengapa Kau ambil semua kemuliaan yang pernah aku miliki?" begitu ratap
sang pohon, hingga terdengar ke seluruh hutan. "Mengapa tak Kau
tumbangkan saja tubuhku, agar aku tak perlu merasakan siksaan ini?" Sang
pohon terus menangis, membasahi tubuhnya yang kering.

Musim telah berganti, namun keadaan belumlah mau berubah. Sang pohon
tetap kesepian dalam kesendiriannya. Batangnya tampak semakin kering.
Ratap dan tangis terus terdengar setiap malam, mengisi malam-malam
hening yang panjang.
Hingga pada saat pagi menjelang.

"Cittt...cericirit...cittt" Ah suara apa itu?
Ternyata, ada seekor anak burung
yang baru menetas. Sang pohon terhenyak dalam lamunannya.
"Cittt...cericirit...cittt," suara itu makin keras melengking. Ada lagi
anak burung yang baru lahir. Lama kemudian, riuhlah pohon itu atas
kelahiran burung-burung baru. Satu... dua... tiga... dan empat anak
burung lahir ke dunia. "Ah, doaku di jawab-Nya," begitu seru sang pohon.

Keesokan harinya, beterbanganlah banyak burung ke arah pohon itu.
Mereka, akan membuat sarang-sarang baru. Ternyata, batang kayu yang
kering, mengundang burung dengan jenis tertentu tertarik untuk mau
bersarang disana. Burung-burung itu merasa lebih hangat berada di dalam
batang yang kering, ketimbang sebelumnya. Jumlahnyapun lebih banyak dan
lebih beragam. "Ah, kini hariku makin cerah bersama burung-burung ini",
gumam sang pohon dengan berbinar.

Sang pohon pun kembali bergembira. Dan ketika dilihatnya ke bawah,
hatinya kembali membuncah. Ada sebatang tunas baru yang muncul di dekat
akarnya. Sang Tunas tampak tersenyum. Ah, rupanya, airmata sang pohon
tua itu, membuahkan bibit baru yang akan melanjutkan pengabdiannya pada
alam.

***

Teman, begitulah. Adakah hikmah yang dapat kita petik disana? Allah
memang selalu punya rencana-rencana rahasia buat kita. Allah, dengan
kuasa yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, akan selalu memberikan
jawaban-jawaban buat kita. Walaupun kadang penyelesaiannya tak selalu
mudah di tebak, namun, yakinlah, Allah Maha Tahu yang terbaik buat kita.

Saat dititipkan-Nya cobaan buat kita, maka di saat lain, diberikan-Nya
kita karunia yang berlimpah. Ujian yang sandingkan-Nya, bukanlah harga
mati.Bukanlah suatu hal yang tak dapat disiasati. Saat Allah memberikan
cobaan pada sang Pohon, maka, sesungguhnya Allah, sedang MENUNDA
memberikan kemuliaan-Nya. Allah tidak memilih untuk menumbangkannya,
sebab, Dia menyimpan sejumlah rahasia. Allah, sedang menguji kesabaran
yang dimiliki.

Teman, yakinlah, apapun cobaan yang kita hadapi, adalah bagian dari
rangkaian kemuliaan yang sedang dipersiapkan-Nya buat kita. Jangan putus
asa,jangan lemah hati. Allah, selalu bersama orang-orang yang sabar.
======================================= Putri Qara


Diceritakan bahwa Putri Qara adalah istri saudagar kaya Amenhotep,
berasal dari keluarga sederhana, tapi pintar, bijaksana dan berbudi
pekerti yang baik. Karena ia berasal dari keluarga yang lebih miskin
dibanding dengansuaminya, ia sering diperlakukan dengan tidakselayaknya,
sampai suatu hari ia dan suaminya pergi ke desa nelayan dan melihat ada
seorang nelayan yang miskin dan istrinya. Nelayan tersebut sangat miskin
dan bahkan untuk membeli jala yang baru untuk mengganti jalanya yang
robek pun ia tidak mampu. Istri nelayan tersebut adalah orang yang
pemboros, malas dan suka berjudi, seluruh penghasilan suaminya
digunakannya untuk berfoya-foya.

Melihat kenyataan seperti itu, Putri Qara berkata kepada suaminya, bahwa
seharusnya istri nelayan tersebut membantu memperbaiki jala suaminya.
Amenhotep, menentang pendapat istrinya, mereka berdebat, sehingga
Amenhotep marah dan kemudian memanggil nelayan miskin tersebut.Amenhotep
menukarkan Putri Qara dengan istri nelayan tersebut.

Putri Qara sedih karena terhina, suaminya
memperlakukan seolah-olah dia
adalah barang yang bisa dipertukarkan semaunya. Sang nelayan tertegun
dan tidak berani membantah, karena Amenhotep terkenal kejam dan sadis
karena kekayaannya.

Putri Qara rajin membantu suaminya yang baru dalam bekerja. Karena
kepandaian dan kebijaksanaan Putri Qara, lambat laun sang nelayan
menjadi kaya. Sampai suatu ketika ada seorang tua dengan baju
compang-camping dan tidak terurus datang ke rumah Putri Qara, pelayan
dirumah tersebut mengenalinya sebagai Amenhotep. Amenhotep kemudian
melepas terompahnya dan meletakkan di meja kecil di sudut rumah Putri
Qara. Oleh pelayan, terompah tersebut diberikan pada Putri Qara dan
menceritakan kondisi pemiliknya, sang Putri mengenali terompah tersebut
dan memerintahkan pelayannya untuk memberikan pada Amenhotep baju baru,
terompah baru dan 3 keping uang emas ditambah pesan : aku tidak diwarisi
kekayaan tetapi budi pekerti, kebijaksanaa dan kemauan untuk bekerja.

Amenhotep menerima pemberian itu dengan penyesalan akan tindakannya di
masa lalu, karena egonya dia menukar istrinya yang baik dan bijaksana
dengan seorang wanita yang hanya bisa menghamburkan hartasuaminya.

Cerita tersebut sederhana, tapi menyentuh karena ternyata begitu besar
pengaruh seorang istri untuk suaminya.

Oleh karenanya, hai wanita dampingi dan dukunglah pria dengan bijaksana,
dan hai pria perlakukanlah wanita dengan penuh kasih, karena pada setiap
pria yang sukses pasti terdapat seorang wanita yang mendukungnya dengan
bijaksana.

0 komentar:

Posting Komentar