Selasa, 25 Mei 2010

SI TUKANG KAYU

Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari
pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real
estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada
pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja,
ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi
keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin
beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan
penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah
seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada
tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah
untuk dirinya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi
pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa
terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak
sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia
mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan
bahan-bahan sekedarnya.

Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya
bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus
mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak
begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah
yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah
pada si tukang kayu.
"Ini adalah rumahmu," katanya, "hadiah dari kami."

Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan
menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia
sesungguhnya mengerjakan rumah untuk dirinya
sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara
yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di
sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya
sendiri.

Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala,
banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara
yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala
kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan,
pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak
memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan kita
terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan
menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang
kita ciptakan sendiri.

Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan
menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan
rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita
memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan
atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan
sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya
sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya
hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas
untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan.

Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi.

Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang
kita perbuat hari ini. Hari perhitungan adalah milik
Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan
masuk dalam barisan kemenangan.

"Hidup adalah proyek yang kau kerjakan sendiri".

Bagikanlah renungan ini kepada sahabat dan teman-teman
anda, niscaya kebajikan dan hikmat akan kembali jua
kepada kebaikan yang Anda bagikan.


Regards,


Agus Wahyudin

0 komentar:

Posting Komentar